Tuesday, August 8, 2017

Memaknai Kata 'Pulang'


Di Senin yang super sibuk itu seorang anak laki-laki sebut saja "Adriell" berjalan di tengah riuh-nya kota. menyusuri jejak-jejak yang terserak dan mengutip pengertian-pengertian yang selalu ia dapati di setiap inci perjalanan. ia mengumpulkan di dalam kantung ingatanya untuk sebuah perenungan dan makna-makna yang akan ia cerna kembali.

Sampai saat itu ia masih saja di bingungkan oleh beberapa hal yang membuat munculnya kata 'Kenapa?'. Di selami satu-persatu ingatan itu dan mengawinkannya dengan realita hari hari itu. hingga muculnya sebuah pernyataan dalam hati 'Bukannya ini yang aku iniginkan dari masa lalu itu? tak sepatutnya aku meng-eluhkan semua realita hari ini'. tetapi demikian bukanlah hal-hal yang tidak baik yang ia sesalkan, melainkan ada banyak hal baik dan bahkan hal yang menurutnya sangat baik yang (terpaksa) harus ia tinggalkan[berharap sementara] di masa lalu itu.




Benar kata orang bijak yang berkata 'saat kau memilih sebuah jalan baru untuk dijalani, kau harus siap korbankan jalan lain yang sudah kau jalani sebelumnya' dan menerima segala sesuatu yang ada di depannya. karena sebuah pilihan adalah pengorbanan. Ia tidak tau jalan itu akan menghadapkan dia dengan apa di depannya, berserah saja lah, jalani , nikmati, syukuri dan perjuangkan. Terkadang ia berfikir kalau yang ia jalani sampai hari itu adalah sebuah jalan untuk belajar hal-hal yang lebih baik dan hal-hal benar dari perspektifnya yang lain dan belum pernah ia dapati sebelumnya. 


Setelah berjalan cukup jauh di senin itu berhentilah ia sejenak di sebuah kedai, di sebuah persimpangan jalan, sebut saja 'Kopi Pulang'. tegur sapa mengawali langkah kakinya saat masuk si mbak nya bilang 'Selamat datang' yang sempat meng-ilusi pikirannya seperti dia Berkata 'Selamat Pulang'. kemudian ia memesan secangkir kopi tubruk yang sederhana dan polos dan tanpa pemanis lainnya. seakan itu menjadi perumpamaan tentang seorang anak yang datang ke pelukan Bapa sekaligus Ibu nya yang menanggalkan semua pernak-pernik di kehidupannya karena dia tau Bapanya tidak menginginkan itu semua yang Dia inginkan cuma kedatangan anaknya saja.


Semenjak itu ia semakin sering datang ke kedai, dan menjalin pertemanan yang baik dengan pemilik sekaligus peracik kopi di tempat itu. Setelah tegukan pada gelas yang kesekian kalinya ia datang ke kedai itu, ia pun semacam mengerti kenapa si pemilik kedai menamakan "Kopi Pulang". Mungkin karena ia merasa bisa seperti pulang di tempat itu. Akhirnya ia bertanya langsung kepada si tukang seduh itu, 'kenapa kopi pulang? 'Dan dia bilang 'biar kau selalu merasa ini tempat mu pulang. Ya meskipun disini hanya sekedar singgah. Karena pulang mu yg sesungguhnya cuma rumah. Ini kedai brooo!'

Di akhir percakapan ia pun tertawa dan kemudian hening. Dihabisi tegukan terakhir dalam gelas dan dijabat tangan si tukang seduh itu lengkap dengan kata terima kasih, kemudian ia pergi dari "tempatnya pulang" besok ia akan pulang untuk minum kopi lagi. Ya iya balik lagi, sudah brapa buku yang ia pinjam dan belum di kembalikannya.

Saat ia ingin bergegas pergi, HP di kantung celana berdering, sebuah panggilan masuk dari ibu di kampung. Ada percakapan yang paling ia ingat saat itu, ibu berkata; 'Kau kerasan[betah] disana kan? kalau tidak, pulang saja nak, tidak apa-apa'. Ia pun menjawab pertanyaan ibu dengan bilang; 'Kerasan bu, disini ada Satu damai yang dalam diam selalu menemaniku'. Kemudian ia lanjutkan perjalanan itu kembali.

Di tengah perjalanan itu ia mengingat sebuah lagu yang belum ada judulnya yang pernah ia dan teman-temannya buat di waktu lalu yang liriknya berkata seperti ini 'Kini kau dan aku tau, rencanamu, rencanaku, tak seindah rancanganNya, kemana pun tempat yang kita tuju, ingatlah.. ini rumah kita[nunjuk dada]'. Kemudian ia ber-terimakasih kepada Tuhan Semesta Alam [dia menyebutnya Yesus] sudah memberi ia pengertian-pengertian yang ia temui dan kini ia bisa memaknai kata pulang itu.

No comments :

Post a Comment