Hingga sampai disini aku
akan bercerita, tentang hal-hal yang kita lewati dan bahkan tentang hal-hal
yang tak pernah kita bicarakan. Tentang apa, dimana, dan bagaimana kita
menghabiskan waktu-waktu itu.
Tentang kota itu, tentang
jalanan itu, pernah menjadi saksi dari pertemuan-pertemuan kita, berubah
menjadi nostalgia yang terus berulang. Saat kita berkenalan, kemudian merasa
canggung, memutar otak, saat kita berusaha menghasilkan omongan yang baik
dengan lawan bicara. Satu persatu datang dan terus bertambah. kemudian siapa melihat
siapa, saling menunjuk kawan, tertawa atas ketololan-ketololan yang kita
lakukan, saling memaklumi sekalipun dalam kebinatangan, bernyanyi dengan
suara-suara fals, berkelana melintasi kerikil-kerikil jalanan di pedalaman daerah,
ngeband yang katanya hidup ini rock and roll jek, nyobain naik gunung yang
katanya cara terbaik menikmati akhir pekan, kemudian “ngopi yok?”, yang menjadi
kalimat singkat ketika kita lelah berbicara dengan kepala kita sendiri, dan menceritakan
segala beban yang kemudian ikut larut bersama sisa ampas kopi hitam itu. Pada
waktu - waktu itu, apapun tak bisa memecahkan kebersamaan itu, tak satupun
mampu melunturkan celotehan cita-cita pada setiap hal yang kita mau. Tak ada
atas, tak ada bawah, tak ada besar ataupun kecil, melebur menjadi satu kesatuan.
Ya, lucu rasanya mengingat semua memori-memori itu.
Sampai pada saat keegoisan
dan kekanak-kanakan kita lah yang membuat kebersamaan itu memiliki jalan yang
masing-masing. Kita sempat buta, kita berada disini hanya untuk diri kita
sendiri. Harmonisasi kebersamaan yang telah terbangun itu di grogoti ego yang
semakin jadi. Tak mudah memang untuk membuat segala sesuatunya itu menjadi
selaras dan seirama. Dan kini tau kah apa yg tersisa dari pertemuan-pertemuan
kita? Jarak. ya, perihal jarak diantara kita yang menyapu pertemuan-pertemuan
kita.
Apa Yang membuat
Kesempatan kedua Begitu berharga? Ya, karena tidak semua orang berhasil
mendapatkannya. meskipun begitu setiap orang berhak mendapatkanya, tapi rasanya
tak akan pernah sama.
Pada awalnya kita
pergi untuk menghilang, kemudian kita
pergi untuk menemukan diri kita, pergi untuk membuka mata, hati dan belajar
lebih banyak tentang hidup, bahkan lebih dari yang kita tau dan rasakan
sebelumnya.
Di persimpngan-persimpangan
itu tiap-tiap dari kita kembali bertemu dan saling sapa. bukan untuk memulai
kembali, tetapi kita berpamitan, karena cepat atau lambat kita akan berpisah.
Di pisahkan oleh mimpi, cita-cita dan kehidupan kita masing-masing, berlari dan menjadi arti yang lain.
Akhir-akhir ini aku sering
menyadari bahwa hidup ini tentang menerima, penerimaan yang indah. Bahwa hidup
harus dimengerti, pengertian yang benar. Bahwa hidup harus memahami, pemahaman
yang tulus.
Dan kata terimakasih juga
sama pentingnya dengan kata maaf. Terimakasih untuk 2016 ini yang memberikanku
pengertian-pengertian itu yang selalu aku temui disini. Terimkasih untuk
tahun-tahun sebelumnya. Terimakasih untuk segala sesuatu yang telah kita lalui
bersama-sama. Terimakasih untuk waktu-waktu itu, dan juga Terimakasih untuk
segala maaf itu.
Ini tentang aku, kau, dia
dan kalian semua yang ku sebut kawan. Ini bukan sekedar tentang sekelompok
orang pada satu tempat. “Sampai bertemu
kembali, kawan!”.
Foto Ilustrasi : Kaskus |
No comments :
Post a Comment