Monday, March 7, 2016

Pusuk Buhit Lagi Dan Lagi


Parsaktian (puncak gunung pusuk buhit)
      Udah lama gak kemana-mana setelah beberapa bulan ini. Awalnya karna kejar skripsi sampe wisuda jadi malah keterusan sampe bulan februari 2016 berdiam diri dirumah. iya dirumah.. Setiap hari selalu sama dengan kebiasaan yang gitu gitu aja sampai pada akhirnya kejenuhan terus saja datang menghantamku. Terasa penat, malas ngapa-ngapain, ditambah banyaknya lowongan pekerjaan yang gagal di masukin, juga ijaza belum juga di keluarkan pihak kampus. Tapi yasudahlah gak perlu di permasalahkan karena tujuan cerita ini hanya ke arah kepenatan hari-hari yang kujalani belakangan ini. sampai pada akhirnya aku terfikir kenapa gak melalak aja aku? tapi kemana ya? dan tak lama Pusuk Buhit jadi tujuan melalakku lagi. Kemudian beberapa hari setelahnya ada teman ngajak ngumpul (nongkrong) dan disaat itu kebetulan mereka ada rencana mau ke pusuk buhit juga (meskipun tak ada satu hal yang benar-benar kebetulan kan?!). Aku rencana berangkat minggu depan dan mereka minggu ini dan entah kenapa ada halangan selama seminggu hingga akhirnya sesuai rencana awal minggu depannya berangkat deal!!

      Seperti biasa sehari sebelum berangkat sediain semua perlengkapan untuk kemping juga pinjem barang-barang yg tak ada. dari siang sampe malam keliling cari sana cari sini dan terkumpulah semua perlengkapan. Ke-esokan harinya di hari berangkat hujan turun lumayan lama hingga membuat perjalanan sedikit di tunda sampe sore. Kali ini aku bersama 5 orang teman lainnya berangkat dengan 3 kereta (sepeda motor) melewati jalur penyebrangan Tigaras. Karena sudah malam kami menginap di tigaras tepatnya di sebuah warung di depan tugu perjuangan. ada hal menarik sebelum kami tidur malam itu. sangat indah, langit di penuhi bintang-bintang dan ketika melihat ke arah selatan terlihat Milky way secara kasat mata. Kemudian mataku terus menatap ke langit dengan santai dan tenang tiba-tiba eh, ada bintang jatuh. lengkap keindahan malam ini tak lama kemudian kabut pun datang dan semakin tebal itu pertanda bahwa sudah waktunya untuk istirahat dan tidur karena esok pagi perjalanan di mulai kembali.

      Pagi pun datang dengan sedikit malu-malu mungkin karena cuaca pagi itu lumayan berkabut. Menurut informasi kapal penyebrangan akan berangkat jam tujuh pagi. Untuk itu pun kami segera bergegas menuju pelabuhan penyebrangan dan sesampainya di pelabuhan ternyata keberangkatan awal jam setengah sembilan pagi. ya lumayan banyak waktu spasinya untuk itu kami pun bersih-bersih dulu di pelabuhan dan sarapan juga ngopi. Ada yang menarik dari cerita ngopi di pelabuhan Tigaras. Warung kopi yang berada tepat di depan Toilet umum pelabuhan ini terlihat biasa aja dan di fikiran ku ya kopinya seperti kopi tubruk biasa yang di buat di kampungku juga, tapi waktu kopinya datang ternyata beda dari yang kufikirkan sebelumnya. Kopinya beda, beda sekali. Baunya yang sangat khas dan rasanya merangsang lidah seperti ada rasa getah atau apa gitu. kopiya kental, hitam, lembut.
Yang di sebelah gelas kopi cuma properti
Sampai Penasarannya aku pun bertanya kepada ibu pemilik warung tentang kopi itu dan ternyata itu bukan kopi yang dijual di pasaran katanya itu kopi olahan sendiri dan tidak untuk dijual mentah. kalo mau beli ya beli segelas dua gelas aja. tidak untuk dibawa pulang kata ibu itu. Kemudian seorang kawan cerita kalo dulu ada kawannya pernah minum kopi disini juga dan merasakan kenikmatan yg beda dari kopi ini degan kopi yang biasa di minumnya. dia maksa membujuk ibu itu membeli kopinya untuk di bawa pulang sebagai oleh-oleh dan ibu itu memberikannya. tapi entah kenapa waktu dirumah kopi itu diseduh rasanya tak se-enak dan senikmat waktu dia minum di pelabuhan. Mungkin saja beda pengolahan, beda iklim daerah atau apalah hingga buat kopi itu berbeda rasanya, begitu kata seorang kawan pagi itu.

      Tak lama kemudian kami pun menaiki kapal yang sudah bersandar di pelabuhan. pagi itu penumpang kapal sedikit jadinya lebih leluasa untuk kesana kesini dan lebih bisa menikmati pemandangan danau toba dari atas kapal penyebrangan Tigaras-Simanindo. Sampai di simanindo langsung saja berangkat menuju pangururan berbelanja kebutuhan memasak untuk kemping di pusuk buhit. Dari berbelanja sayur, cabai, bawang, dan yg lainya. setelah berbelanja keperluan memasak kami singgah di warung makan untuk makan siang. Setelah itu lanjutlah perjalanan ke Limbong, Sianjur Mula-mula (perkampungan di kaki gununung Pusuk Buhit).
Kemping di tala-tala
Sesampainya disana ternyata di tempat kami biasa memarkinkan kendaraan tidak ada orang dan akhirnya kami terus naik keliling hingga menemukan perkampungan kecil langsung saja bertanya kepada bapak pemilik rumah dan ia mengizinkan kendaraan parkir ditempatnya. kami belom pernah naik ke pusuk buhit lewat perkampungan ini.Ternyata jalur lebih singkat dan ini sangat terjal juga curam. sangat menguras tenaga. kawan-kawan sangat kelelahan.tapi tak boleh banyak berhenti nanti jadi malas naik terbawa rasa capek ditambah cuaca sangat terik sekali. tak ada tempat bersembunyi dari teriknya matahari. Terbakar, terpanggang. ya seperti biasa, gak kepusuk buhit namanya kalo gak gosong. jam setengah lima kami sampai di Tala-tala untuk mengambil air dan tiba-tiba Cuaca berubah, dimulai dari puncak Parsaktian kabut tebal mulai turun tebal.
Masak
Kalo melanjutkan perjalanan ke puncak sudah tak mungkin di takutkan akan turun hujan akhirnya kami mendirikan tenda di tala-tala sebagian dari kami mengolah makanan, berbagi tugas. kabut tebal akhirnya mengelilingi kami dan tempat itu. Saat menunggu nasi masak terdengar suara Teriakan cewe dan tak lama ada teriakan lagi cowok dan rame ternyata ada pendaki lagi yang datang. waktu sudah gelap sekitar jam tujuh malam mereka baru sampai di tala-tala. Kami pun mengajak mereka untuk Kemping di tala-tala itu juga, tak mungkin melanjutkan sampai ke puncak. Kemudian kami pun makan malam setelah makan malam kami bergabung dengan pendaki lainya ngobrol-ngobrol hingga dinginnya malam itu memisahkan kami untuk ber istirahat dan tidur.

      Paginya setelah sarapan pagi aku dan teman teman langsung saja naik ke puncak parsaktian. kurang lengkap rasanya kalo gak ke parsaktian. Kemudian kami kembali ke Tala-tala. ngobrol-ngobrol dengan abang-abang dari desa limbong yang sedang membawa tamu dari luar kota. bercerita tentang budaya setempat, tentang perjuangan orang-orang di kampung itu untuk melestarikan kebudayaan dan memajukan pariwisata. Siangnya kami pun turun dan bersama dengan kawan-kawan pendaki dari siantar. Setengah perjalanan turun seorang kakak pendaki itu bertanya sama ku, sudah berapa kali ke pusuk buhit? kemudian aku bilang, ini bukan pertama kalinya aku kesini tapi sensasinya selalu berbeda. sudah empat kali. karna sesungguhnya kita tak akan pernah benar-benar mengalami kondisi yang sama ditempat yang sama. Entah kenapa kalo ke pusuk buhit ini gak pernah bosan, selalu pengen kesini lagi dan lagi. dan kami pun lanjut turun dan berpisah sesampainya dibawah karna mereka ke tuktuk dan kami akan kemping lagi ke Bukit Gajah Bobok. sekian cerita perjalanan dari pusuk buhit.

No comments :

Post a Comment